Dari Songket Palembang hingga Aneka 'Jaburan'


Stand Songket dan Bermacam Perhiasan
Kabar dari Expo Kemandirian Wirausaha di Kawasan Transmigran, 13-14 Desember 2012, Thamrin City. Fatayat NU menjual aneka barang, kerajinan dan aneka usaha dari daerah transmigran. Berbeda dengan Pameran yang biasa Fatayat NU lakukan, di hajatan Kemenakertrans nuansa bisnis nampak terasa. Harga-harga di masing-masing kemasan sudah tertempel rapi. Pembeli hanya tinggal melihat harganya, cocok, lalu membayar barang yang diinginkan.
Di dua stand yang Fatayat buka, aneka rupa barang berupa kerajinan dan makanan olahan terpampang terpisah. Stand satu lebih pada hasil kerajinan. Pengunjung dapat melihat-lihat pakaian, pernak-pernik perhiasan, hingga perabot rumah tangga. Songket Palembang salah satunya. Harganya cukup mahal, Rp. 750.000 per lembar. Maklum hasil tenunan tangan. Menurut Farida, harga-harga yang tercantum daerahlah yang menentukan. Barang-barang dikirim dari daerah dan dikumpulkan panitia pusat, Fatayat NU. Selain Songket Palembang, ada pula tatakan buah dari anyaman bambu, buatan Jawa Barat. Ukuran sedang Rp.12.500, dan besarnya Rp. 17.500. Cincin silver dengan mata batu alam, dihargai 200-an ribu. Mahal, tetapi asli silver memang. Baju-baju muslimahnya, masih kisaran di bawah seratus ribu.
Abon Ikan dan Bawang Goreng
Lain lagi barang yang dipampang di stand dua. Semuanya makanan dan camilan. Aneka abon, yang ikan harganya Rp. 20.000. Harganya cukup mahal, karena didatangkan langsung dari Palu.
Dari pameran ini harga mahal tak jadi soal. Lagi pula mahal kan juga relatif, mahal itu kalau tidak ada duitnya katanya. Harga yang diberikan sudah ditentukan dari daerah ini bisa dipahami untuk mendorong para pengrajin dan pengusaha terus berkarya memenuhi kebutuhan hidupnya. Harga yang pantas untuk usaha keras mereka. Tentu kualitas tetap terjaga. Kalau dilihat dari kemasannya, terutama yang makanan, setiap barang sudah dikemas dengan menarik. Strategi pasar sudah diterapkan. Orang membeli makanan itu yang pertama dilihat adalah tampilan, di samping kualitas dan cita rasanya.
Tanda penting dari hal ini, bahwa geliat ekonomi ini dari bawah ini memang harus ada yang memobilisasi. Persoalan yang sering dihadapi oleh pengusaha dan pengrajin, adalah pangsa pasar. Kebanyakan usaha home industri mandeg karena pangsa pasar yang tak terbaca dan tak terukur. Membuat satu usaha bisa dilakukan dengan membaca kebutuhan masyarakat dan dimungkinkan untuk sesuatu yang belum tersedia. Hal lain, tentu keunikan dan keistimewaan akan memberi nilai tambah daya beli orang pada barang tersebut. Khusus untuk makanan, barangkali rumus 3K bisa dipakai, kebersihan, kualitas, dan keramahan.
Geliat ekonomi ini, Fatayat NU sudah memulainya, salah satunya dengan menggarap segmen masyarakat transmigran. Hal yang memang tak mudah. Menggerakkan masyarakat baru, dengan segala keterbatasan lingkungan yang ada seperti yang diungkap Ketum Fatayat dalam pembukaan Expo. Butuh kerja keras, pendampingan yang intens, dan peran serta semua pihak untuk mewujudkan masyarakat transmigrasi yang mandiri dan berkecukupan. Hadirnya aneka barang kerajinan dan aneka usaha ini menjadi bukti, bahwa masyarakat transmigran dapat berbuat banyak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. []

Previous
Next Post »